Ae-hwan menelepon Ae-jung namun Ae-jung tak mengangkatnya, ia menangis dengan sedih. Jantung Jin berdetak kencang mendengar ringtone ponsel Ae-jung. Ia menoleh melihat Ae-jung. Ae-jung melihat Jin dan merasa malu. Ia berusaha menutupi bekas tamparan di wajahnya. Terdengar suara Ae-hwan memanggil-manggil Ae-jung. Ia mencari Ae-jung ke tempat parkir.
Ae-jung tidak ingin kakaknya tahu ia ditampar. Apalagi tiba-tiba hidungnya mengeluarkan darah. Ia berlari menghampiri Jin dan meminta tissue. Jin terkejut melihat hidung Ae-jung mengeluarkan darah. Ae-jung bertanya apakah ia terihat seperti habis dipukuli. Jin mengangguk.
Ae-jung kebingungan, ia tak mau terlihat kakaknya. Lalu ia meminta tumpangan dari Jin sampai ke luar tempat parkir. Jin masih ragu-ragu. Dalam hatinya ia kasihan melihat Ae-jung tapi ia adalah Jin yang tidak biasanya peduli dan ikut campur urusan orang lain.
Mendengar suara kakaknya terus memanggil, Ae-jung langsung naik ke mobil Jin. Ae-hwan sudah menemukan mobil Ae-jung yang diparkir tak jauh dari mobil Jin. Ae-jung merunduk dan menyuruh Jin cepat masuk. Akhirnya Jin terpaksa masuk.
Jin cukup baik untuk tidak menurunkan Ae-jung di luar tempat parkir. Ae-jung menelepon kakaknya. Ia berbohong dengan mengatakan tak sengaja bertemu seorang teman lama dan akan makan bersamanya. Jin memperhatikan pipi Ae-jung yang merah.
Ae-jung membicarakan mobil Jin yang bagus dan mewah. Ia terus mengoceh tentang mobil Jin (mungkin untuk menghindari pembicaraan tentang pipinya). Jin tak tahan lagi. Ia menyodorkan sebotol minuman dingin ke pipi Ae-jung yang merah. Ae-jung melihat di label botol minuman itu tertera foto Jin sebagai bintang iklannya. Ae-jung berkomentar pasti senang bisa membintangi iklan sebuah produk dan memakai produk yang terpampang wajahnya. Iamengusap-usap pipinya dengan botol itu. Jin melihat foto dirinya tepat bersentuhan dengan wajah Ae-jung. Cup..cup…cup… (bunyi kecupan^^)
“Jangan melakukannya dengan cara seperti itu. Jangan usap wajahmu dengan bagian yang ada gambar wajahku. Aku tak nyaman melihatnya. Ayo lepaskan! Gunakan bagian yang berisi kata-kata,” kata Jin.
Ae-jung bingung namun menurutinya.
Pil-joo menemui PD Kim. Ia mengembalikan map yang dibawa Se-ri waktu itu. Ia berkata ia punya rencana lain jadi dia menolak berpartisipasi dalam acara itu lalu ia beranjak pergi. PD Kim menahannya dan berusaha membujuknya. Ia mendengar Pil-joo melakukan kencan buta. Dari pada pergi kencan buta lebh baik mengikuti acara ini. Para kontestan di acara ini benar-benar bagus. Pasti sulit mencari wanita seperti mereka di tempat lain. Ia meminta Pil-joo mempertimbangkan lagi.
PD Kim membuka map itu dan menyodorkan satu persatu data selebritis wanita. Pil-joo tak tertarik mendengarnya. Tapi begitu PD Kim menyebut nama Goo Ae-jung, ia langsung ingat pertemuannya dengan Ae-jung di ruang VIP itu.
Penulis Han membawakan kopi untuk Se-ri di kantin stasiun TV. Mereka membicarakan kedatangan Pil-joo dan merasa yakin Pil-joo datang untuk menyetujui menjadi kontestan. Penulis Han memuji Se-ri karena berhasil membuat Pil-joo mau mengikuti acara mereka. Se-ri berkata Pil-joo tidak sungguh-sungguh waktu dia mengatakan tidak akan melakukannya. Se-ri pikir jangan-jangan Pil-joo juga pura-pura tidak mengenalinya.
Pil-joo pamit pada PD Kim. PD Kim berkata Pil-joo membuatnya dalam masalah. Pil-joo beranjak pergi tepat ketika Penulis Han dan Se-ri masuk. Penulis Han memperkenalkan dirinya dan memuji ketampanan Pil-joo. Sementara Se-ri senyum-senyum, menunggu disapa oleh Pil-joo.
Pil-joo menoleh pada PD Kim dan meminta maaf. Ia lalu berjalan keluar tanpa menghiraukan Se-ri. Pil-joo melihat wajah Se-ri waktu berjalan melewatinya tapi tidak mengenalinya. Se-ri yang sudah siap-siap untuk disapa langsung kecewa. PD Kim berkata Pil-joo menolak bergabung dalam acara mereka.
Se-ri menghampiri Pil-joo yang sedang menunggu liift. Ia memanggil Pil-joo. Pil-joo baru mengenali Se-ri. “Kau tidak mengenaliku lagi?” tanya Se-ri tak percaya. “Bukan, rambut dan pakaianmu berbeda dari waktu itu,” sahut Pil-joo.
Se-ri menegurnya karena Pil-joo tidak memberitahunya lebih dulu kalau Pil-joo menolak mengikuti acara mereka. Sekarang ia merasa tidak enak dengan rekan-rekannya. Pil-joo meminta maaf, ia tidak memikirkannya. Se-ri juga kesal karena Pil-joo terus tidak mengenalinya.
Pil-joo kebingungan dan akhirnya berkata, “Aku akan lebih hati-hati mulai sekarang. Jika ada wanita cantik, aku akan lebih memperhatikannya karena mungkin saja itu Kang Se-ri.”
Pil-joo mengatakannya tanpa maksud apa-apa tapi Se-ri senang. Pil-joo meninggalkan Se-ri tanpa mengucapkan apa-apa lagi. “Apa kau akan pergi begitu saja?” tanya Se-ri. Apa masih ada yang ingin kau bicarakan, tanya Pil-joo. Se-ri terpaksa menggeleng. Pil-joo masuk ke dalam lift dengan cueknya.
Penulis Han mendekati Se-ri dan bertanya apakah Se-ri membiarkan Pil-joo pergi, Pil-joo benar-benar tidak mau melakukannya? Se-ri berkata, “Penulis Han, kau harus mendapatkan pria itu. Setiap hari aku mendengar orang mengatakan aku cantik. Tapi baru kali ini hatiku berdebar. Pria itu, sangat sempurna untuk membuat hatiberkata ia tidak membawa dompetnya. Sedangkan Jin tidak membawa dompet ke mana-mana karena ia punya manager. Ae-jung berkata kalau begitu ia akan ikut ke mana Jin pergi.
Jin menunjuk indikator bensin mobilnya dan berkata ia meminjam uang untuk membeli bensin, mereka tidak bisa ke mana-mana. Ae-jung menggerutu apa gunanya punya mobil bagus jika kau tidak mengecek bensinnya. Jin berkata gara-gara Ae-jung ia tidak sempat mengeceknya, biasanya ada managernya yang melakukannya.
Jin menelepon Jae-seok. Jae-seok sudah tiba di studio TV. Jin meminta Jae-seok menyusulnya. Ae-jung lega Jae-seok akan datang. Ia mengira-ngira Jae-seok akan tiba setengah jam lagi, lalu ia melepaskan sabuk pengamannya.
“Benar, pergilah, “kata Jin. Ae-jung berkata ia bukannya mau pergi, ia hanya mau ke toilet di dekat situ. Jin berkata mengapa setelah ke toilet Ae-jung tidak pergi saja. Ae-jung dengan wajah memelas berkata ia tidak punya uang dan dengan wajah seperti itu ia bisa pergi ke mana. Jin melunak dan berkata ia mengerti.
Ae-jung tersenyum geli lalu keluar. Jin mengomel mengapa ia harus melihat kejadian tadi (Ae-jung ditampar).
Ae-jung kaget melihat pipinya lebih merah dari yang ia perkirakan. Seorang ahjumma masuk dan membedaki wajahnya. Ae-jung meminjam bedaknya untuk menyamarkan bekas tamparan. Ahjumma itu terkejut melihat bekas tamparan di pipi Ae-jung. Ia mengira Ae-jung dipukul oleh kekasihnya. Ia berkata sebaiknya Ae-jung meninggalkan pria itu. Ae-jung tersenyum mengiyakan.
Ketika Ae-jung keluar dari toilet, sang ahjumma sedang bergosip dengan para ahjumma lain bahwa Ae-jung habis dipukul oleh kekasihnya. Ae-jung cepat-cepat menutupi wajahnya dan kembali ke mobil Jin.
Jin bertanya apakah toiletnya bersih, ia mengenakan kacamata hitamnya dan hendak turun untuk pergi ke toilet. Ae-jung menahannya dan menyuruhnya merunduk. Ia berkata sebaiknya Jin tidak keluar sekarang karena para ahjumma di sana mengira ia dipukuli dan mereka sedang melihat ke mobil Jin untuk melihat siapa yang sudah memukul Ae-jung.
Mereka mengira aku orangnya, tanya Jin. Tidak mungkin, ia adalah Dokko Jin. Ia hendak keluar tapi Ae-jung cepat-cepat menariknya lagi. Justru karena kau Dokko Jin maka kau harus menyembunyikan wajahmu,” sahut Ae-jung. Para ahjumma terus memperhatikan mereka. Ae-jung jadi merasa kasihan pada Jin. “Apa yang harus kita lakukan? Kau harus pergi ke toilet tapi aku menekan perutmu (membuat Jin membungkuk), jadi kau pasti tidak merasa nyaman ya? Jika mereka sudah pergi aku akan memberitahukan padamu. Apa akan lebih baik jika kursinya dimundurkan?” Jin hanya menghela nafas.
Ae-jung menekan sebuah tombol. Bukannya kursi Jin mundur ke belakang, malah terdengar sebuah rekaman, “pikirkan tubuhmu berharga….pikirkan tubuhmu besar…“Jin berusaha menahan kebeletnya.
Ae-hwan menemui Jenny. Ia bertanya apa mungkin Ae-jung pergi makan bersama Jin. Jenny menunjukkan level Jin dan Ae-jung berbeda. Jin diatas, Ae-jung di bawah, apa itu masuk akal? Ae-hwan bekata bukankah level Ae-jung akan ikut naik menyamai Jin. Jenny menjelaskan biasanya bila terjadi kondisi itu , yang levelnya di atas malah turun. Ae-hwan tidak puas, bukankah mereka bisa berakhir di tengah-tengah.
Jenny tak meladeninya dan memanggil Hyung-gyu untuk makan. Ia memberi sandwich pada Hyung-gyu. Ae-hwan memberi isyarat di belakang Jenny agar Hyung-gyu memanggil “Jenny Omma (Ibu)”. “Terima kasih, Jenny Omma,” kata Hyung-gyu.
Jenny melotot, “kau harus memanggilku bibi Jenny.” Hyung-gyu membela diri ayahnya yang menyuruhnya karena suatu hari nani Jenny akan menjadi ibunya. Ae-hwan salah tingkah. Jenny langsung mendelik pada Ae-hwan, “Ayah hyung-gyu, bukankah sudah kukatakan. Levelnya tidak sama…” Ae-hwan cemberut.
Jae-seok sudah tiba. Ia dan Jin berdiri di luar mobil sementara Ae-jung tertidur di dalam mobil. Jae-seok bertanya perlukah membangunkan Ae-jung lalu memanggilkan taksi. Biarkan saja, kata Jin. Jae-seok mengamati Ae-jung dan melihat bekas tamparan di pipinya.
Ia bertanya pada Jin siapa yang melakukannya. Jin tidak menjawab. “Jangan-jangan…..” Jae-seok melihat Jin. “Apa kau gila? Aku sudah mengalami kesusahan karena beberapa ahjumma mencurigaiku,” sahut Jin. Jae-seok prihatin, ia bertanya apa Ae-jung baik-baik saja.
“Aku tidak tahu, aku tidak tanya,”jawab Jin kesal. Jae-seok berkata jika seorang wanita dipukul, adalah sopan jika kita bertanya apa yang terjadi dan apakah dia baik-baik saja. Jin tidak mau menanyakannya karena dengan begitu dia harus mendengarkan. Dan jika dia mendengarkan, dia akan terlibat. Dan jika dia terlibat, semuanya akan terkait.
Jae-seok tersenyum geli, kau sudah terlibat dan bahkan tidak tega membangunkannya. Jin memelototinya. Jae-seok mengkeret dan mengajak Jin pergi. Jin membangunkan Ae-jung dengan mengetuk kaca mobil keras-keras. Ae-jung yang masih mengantuk ditarik keluar mobil (kasian banget sih). Jin memberi uang pada Ae-jung untuk naik taksi. Ae-jung tersenyum dan berterima kasih, ia pasti akan mengembalikan uang itu dan menelepon Jin.
Jin merebut ponsel Ae-jung (satu-satunya yang dibawa Ae-jung). kau tidak perlu mengembalikan uang itu dan jangan meneleponku. Ia mencari namany di antara daftar kontak tapi ia tidak menemukannya. Ae-jung berkata ia yang akan mencarinya dan mencoba merebut kembali ponselnya. Jin berkeras Ae-jung belum menghapus nomornya, jadi kau mencantumkannya dengan nama apa?
Akhirnya ia menemukanya dengan nama Dong kko Jin. Dong artinya poop, dong kko artinya a**hole hihi^^. “Dong ko Jin???” tanya Jin terkejut. Ae-jung tertawa, aku mengunakannya karena terdengar mirip dengan Dokko Jin. Ia membela diri ia bisa melakukan apapun dengan ponselnya dan berusaha merebutnya. Jin menghapus nonor teleponnya dari telepon Ae-jung lalu mengembalikannya. Ia menyuruh Ae-jung pergi. Ae-jung berterima kasih lalu pergi menunggu taksi di pinggir jalan.
Jin masuk ke dalam mobil. Ia melihat botol yang digunakan Ae-jung untuk mengompres wajahnya. Ia mengambil botol itu. Jae-seok berkata apakah akan baik-baik saja Ae-jung berdiri seperti itu di pinggir jalan, bukankah Ae-jung juga seorang selebritis (ada kemungkinan orang mengenalinya). Jin melihat Ae-jung yang berdiiri di pinggir jalan sambil menutupi bekas tamparan di wajahnya.
Jae-seok hendak menyalakan mobil. “Tidakkah kau lihat aku sedang minum? Jangan pergi dulu, ” kata Jin. Jae-seok tak jadi menyalakan mesin mobil. Jin minum sambil terus melihat Ae-jung yang terlihat kedinginan dan celingak celinguk khawatir terlihat orang.
Tangan Jin diam-diam meraih pintu mobil. Tepat saat ia membukanya, Jae-seok berkata ada taksi datang. Ae-jung masuk ke dalam taksi. Jin menghela nafas dan menyuruh Jae-seok menjalankan mobil. Jae-seok berkata pintu mobil Jin masih terbuka. Jin menutupnya.
Ae-jung pulang ke rumahnya. Ayahnya sedang mengompres wajah Ae-hwan dan Hyung-gyu dengan mentimun. Ia menyuruh Ae-jung bergabung. Tapi Ae-jung tidak mau keluarganya melihat bekas tamparan itu. Ia menyuruh Ae-hwan menggunakan mentimun lebih banyak.
Ae-jung pergi ke tempat Jenny karena ia kelaparan. Ia telah membohongi Ae-hwan dengan berkata ia telah makan dengan temannya padahal belum. Ae-jung minta Jenny merahasiakannya pada Ae-hwan. Jenny mengingatkan Ae-jung akan menjalani pemotretan untuk poster acara Couple Making. Wajah Ae-jung jarang mendapat perawatan malah mendapat tamparan juga, keluhnya. Ia memeriksa wajah Ae-jung dengan khawatir (selalu suka dengan persahabanta yang seperti ini^^).
Ae-jung bertanya apakah wajahnya baik-baik saja, ia telah memakai mentimun. Jenny memarahinya mentimun tidak cukup untuk wanita seusia mereka, dtambah lagi ada kerutan di sudut mata Ae-jung. Benarkah? Ae-jung menghela nafas.
Keesokan harinya Jenny mengajak Ae-jung pergi ke tempat perawatan wajah. Di mana lagi kalau bukan di klinik Pil-joo. Ae-jung berterima kasih karena Jenny membawanya ke tempat yang mahal. Jenny berkata ibunya langganan di klinik itu dan perawatan kecantikan di tempat itu baik sekali.
Ibu Pil-joo datang dengan teman-temannya dan duduk tidak jauh dari mereka. Ibu Pil-joo mempromosikan klinik anaknya pada teman-temannya. Teman-temannya terkesan melihat klinik itu. Pil-joo keluar menemui ibunya.